Etika menurut kata asal nya berasal
dari kata ethos (bahasa yunani) yang memiliki arti watak kesusilaan. (sumber
wikipedia). Sebagaimana disebutkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,
1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral).
Sedangkan pengertian etika menurut Ki Hajar Dewantara (1962), etika adalah ilmu
yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia
semuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat
merupakan pertimbangan & perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan
perbuatan.
Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana
menjalani hidup melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup. Etika membantu untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa
yang perlu lakukan dan yang perlu dipahami bahwa etika ini dapat diterapkan
dalam segala aspek atau sisi kehidupan, dengan demikian etika ini dapat dibagi
menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusia. Salah
satu aspek tersebut adalah aspek hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), pengertian hukum adalah peraturan-peraturan hidup didalam masyarakat
yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta
memberikan sangsi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau
patuh mentaatinya. Sedangkan menurut Aristoteles, hukum adalah kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang
adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan
itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam
menghukum orang-orang yang bersalah.
Hukum dan etika merupakan hal yang
sering didengar dalam kehidupan bermasyarakat. Jika disimak kedua hal tersebut,
terdapat satu tujuan yang sama. Tujuan tersebut adalah untuk menciptakan
kehidupan masyarakat harmonis dan humanis. Hukum dan etika timbul karena adanya
interaksi antar manusia. Etika merupakan salah satu pertimbangan dalam membuat
sebuah hukum, karena etika merupakan pedoman baik buruknya tingkah laku
manusia, sedangkan hukum diciptakan untuk memberi sanksi kepada manusia yang
bertingkah laku buruk.
Posisi etika di kehidupan sosial
lebih tinggi dari hukum formal. Untuk menjaga etika ini maka muncul hukum
formal. Namun, tidak bisa semua etika diwujudkan dalam hukum formal. Namun,
hukum formal muncul dari etika. Karena tidak mempunyai hukuman yang mengikat,
banyak pihak yang memilih melanggar etika daripada hukum formal. Dan yang
terjadi, banyak orang yang lebih malu melanggar hukum formal daripada etika.
Pelanggaran etika dianggap sebagai
pelanggaran biasa atau common violations, bahkan banyak yang menganggap
pelanggaran etika sebagai kebiasaan normal. Sementara itu, pelanggaran hukum
formal dianggap sebagai pelanggaran luar biasa atau outstanding violations.
Jika memang dilihat dari sanksinya memang akan terjadi seperti itu, namun jika
dilihat dari tingkatan tentu bukan seperti itu. Etika mempunyai cakupan yang
lebih luas daripada hukum formal.
Berikut dibawah ini adalah contoh
satu kasus terkait dengan pelanggaran hukum yang berawal dari pelanggaran etika
:
Beberapa waktu lalu berbagai media
massa diberitakan bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akhirnya
memutuskan memecat Ketua MK nonaktif Akil Mochtar, Jumat 1 November 2013. Ia
diberhentikan secara tidak hormat karena terbukti melanggar kode etik hakim.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Akil tak hanya satu, namun bertumpuk.
Pertama, pelanggaran dalam daftar pelanggaran
Akil adalah terkait penanganan sengketa pilkada. Akil diduga bersalah dalam
penyelesaian sengketa Pilkada Banyuasin di Sumatera Selatan dan sejumlah
perselisihan pilkada di daerah lain. “Berdasarkan saksi, Akil Mochtar
memerintahkan panitera MK menetapkan putusan tanpa melalui rapat
permusyawaratan hakim,” ujar Ketua Majelis Kehormatan MK, Hakim Harjono. Harjono
menyatakan, Akil Mochtar diduga menggunakan kewenangannya sebagai hakim untuk
membagi perkara antara panelnya dengan panel lain. “Perkara pilkada dari
Kalimantan lebih banyak ditangani panel Akil,” ujar Harjono.
Terkait penanganan sengketa Pilkada
Gunung Mas di Kalimantan Tengah, Akil diduga bertemu dengan anggota DPR Chairun
Nisa di ruang kerjanya. Akil dan Chairun Nisa pun berada di tempat yang sama
ketika ditangkap KPK, yakni di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra
Jakarta Selatan.
Kedua, terkait rekening dan
transaksi tak wajar yang dimiliki Akil. Akil memiliki 15 rekening bank,
sedangkan istrinya punya 5 rekening. “Diduga ada transaksi keuangan yang
dilakukan STA (Susi Tur Andayani) selaku kuasa hukum pihak berpekara, melalui
setoran tunai (kepada Akil),” ujar Hakim Konstitusi Harjono. Akil juga
memerintahkan sekretaris dan sopirnya melakukan transaksi tidak wajar dengan
jumlah tidak wajar.
Ketiga, terkait narkotika yang
dimiliki Akil. “Akil Mochtar diduga menyimpan narkotika, yakni tiga lintung
ganja utuh dan satu bekas pakai, dua pil inex ungu dan hijau,” ujar Harjono.
Keempat, terkait hobi Akil pelesir
ke luar negeri. “Berdasarkan keterangan saksi, Akil Mochtar sering pergi ke
luar negeri dengan keluarga, ajudan dan sopir tanpa pemberitahuan pada Sekjen
MK, termasuk ketika ke Singapura pada 21 September 2012,” ujar Harjono. Dia
menyatakan, perilaku Akil Mochtar yang pergi ke Singapura dan beberapa negara
lain tanpa memberitahu MK melanggar etika. “Seharusnya dia memberitahu Sekjen.
Apalagi sebagai Ketua MK, dia harus diketahui keberadaannya,” ujar Harjono.
Kelima, terkait kepemilikan
mobil-mobil mewah Akil. “Berdasarkan surat keterangan Ditlantas Polda Metro
Jaya, Toyota Crown tidak didaftarkan ke Ditlantas. Ada kesan mobil itu dimiliki
secara tidak sah,” kata Hakim Harjono. Perilaku Akil yang tidak mendaftarkan
mobilnya dinilai sebagai perilaku tidak jujur.
Belum lagi Akil mendadak punya tiga
mobil dalam tiga bulan. “Berdasarkan surat Ditlantas, mobil Mercedes
diatasnamakan sopir Akil Mochtar, sehingga perbuatannya diduga menyamarkan
kekayaan. Padahal dia pejabat, apalagi Ketua MK,” ujar Harjono.
Atas semua kesalahan itu, Akil
terbukti melanggar prinsip kepantasan, kesopanan, integritas, dan independensi.
Keputusan Majelis Kehormatan MK memecat Akil ini tak akan berubah apapun hasil
akhir proses hukum Akil di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari uraian contoh kasus diatas, Akil
Mochtar terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Akil juga terbukti melanggar prinsip kepantasan, kesopanan, integritas, dan
independensi dengan melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan, dan
melanggar kode etik hakim konstitusi. Atas pelanggarannya tersebut Akil dinilai
melanggar beberapa Prinsip Etika yang tertuang dalam Peraturan MK No.
09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim
Konstitusi.
Sumber
:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/455489-dipecat--ini-deretan-pelanggaran-etika-akil-mochtar