Judul Jurnal : Strukturasi
Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik : Sebuah Studi Interpretif
Penulis : Unti Ludigdo
Strukturasi
Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik :
Sebuah
Studi Interpretif
I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang terkelola dengan
baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak
dapat dilepaskan dari terjadinya beberapa skandal besar “malpraktik bisnis”
yang telah melibatkan profesional akuntan. Peristiwa bisnis yang melibatkan
akuntan tersebut seharusnya memberikan pelajaran untuk mengutamakan etika dalam
melaksananakan praktik profesional akuntansi. Krisis moral dalam dunia bisnis
yang sangat fenomenal pada dekade terakhir ini adalah kasus “Enron”, yang di
dalamnya melibatkan salah satu the big five accounting firm “Arthur
Anderson”. Suatu kasus yang sedemikian kompleks, yang kemudian diikuti
mencuatnya kasus-kasus oleh mencuatnya kasus-kasus besar lainnya.
Di
Indonesia kasus-kasus serupa juga terjadi, misalnya kasus audit PT Telkom oleh
KAP “Eddy Pianto & Rekan” (Media Akuntansi, 2003). Dalam kasus ini laporan
keuangan auditan PT Telkom tidak diakui oleh SEC (pemegang otoritas pasar modal
di Amerika Serikat), dan atas peristiwa ini audit ulang diminta untuk dilakukan
oleh KAP yang lainnya.
Bertolak
dari kasus-kasus di atas, dan kemudian dihubungkan dengan terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia, akuntan seolah menjadi profesi yang harus paling
bertanggung jawab. Dalam hal ini, karena peran pentingnya dalam masyarakat
bisnis, akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang paling besar
tanggungjawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia. Bagaimanapun situasi
kontekstual ini memerlukan perhatian dalam berbagai aspek pengembangan
profesionalisme akuntan, termasuk di dalamnya melalui suatu penelitian.
1.2 Permasalahan
Penelitian
ini berfokus pada permasalahan bagaimana praktik etika berlangsung di kantor
akuntan publik.
1 1.3 Landasan Teori
Diskusi
tentang etika telah berlangsung selama berabad-abad semenjak jaman Yunani kuno.
Berbagai aliran pemikiran etika dalam mengkaji moralitas suatu tindakan telah
berkembang sedemikian luasnya. Berdasarkan historisnya, pemikiran-pemikiran
etika berkembang meliputi aliran-aliran etika klasik yang berasal dari
pemikiran para filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikir Eropa abad pertengahan
sampai abad 20-an, serta aliran etika dari pemikiran kalangan agamawan Islam
yang selalu mengacu pada Al Qur’an dan As-Sunah.
Etika
Yunani klasik berkembang dari nuansa interaksi antara manusia dengan alam
menuju pemikiran etika yang lebih luas, di mana nuansa masyarakat yang hidup
dalam suasana perniagaan juga mulai berkembang. Dengan segala variasinya, arus
pemikiran etika di era Yunani klasik ini setidaknya tetap didasari oleh
kerangka nilai akan keberadaan Tuhan sebagai sumber kebajikan dan kebahagiaan. Secara
detail uraian etika ini terdapat pada Suseno (1997, 12-57).
Pandangan
etika klasik ini kemudian tereduksi oleh kerangka pemikiran etika yang bersifat
sekularistik, yang terutama berkembang sejak era pencerahan di Eropa sehingga
dikenal aliran-aliran etika teleologi dan deontologi (Cryssides & Kaler,
1993; 91 dan Suseno, 1997; 179-181). Walaupun demikian di kalangan agamawan dan
pemikir-pemikir keagamaan, pemikiran etika tetap berkembang dengan nuansa
ketuhanannya. Ini dapat dicermati antara lain dari pemikiran kalangan
voluntaris dan rasionalis dalam pemikiran Islam (Fakhry, 1996).
Untuk
kalangan profesional, di mana pengaturan etika dibuat untuk menghasilkan
kinerja etis yang memadai maka kemudian asosiasi profesi merumuskan suatu kode
etik. Kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi
eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena
dengan mematuhi kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas
kinerja yang paling baik bagi masyarakat (Baidaie, 2000).
II.
Metodologi
2 2.1 Metode untuk Mendapatkan Pemahaman
Untuk
mencapai pemahaman yang memadai, penelitian ini mengembangkan suatu pertautan
teoritis, yaitu :
- · Ethnometodologi
- · Strukturasi
- · Kecerdasan spiritual (SQ).
Pertautan
ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam kategorisasi realitas praktik etika dan
berbagai aspek yang melingkupinya. Ethnometodologi (yang merupakan metode yang
berupaya untuk menjelaskan cara aktor melakukan sesuatu, seperti
mendeskripsikan, mengkritik dan mengidealisasikan situasi tertentu) akan banyak
digunakan dalam pengumpulan data. Teori strukturasi (Giddens, 2003), yang
kemudian diperkuat dengan kecerdasan spiritual/SQ (Zohar & Marshall (2001),
digunakan sebagai kerangka analisis.
2 2.2 Objek Penelitian
Penelitian
dilakukan dengan latar kasus tunggal di sebuah KAP di Kota Malang (disebut KAP
Drs. Madia Subakti). Obyek analisis pada penelitian ini adalah realitas organisasi
KAP sebagai sebuah komunitas, yang di dalamnya terjadi interaksi antara
individu dan struktur.
2 2.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan melalui :
- · Wawancara mendalam
- · Pengamatan berpartisipasi
- · Dokumentasi
Wawancara
dilakukan secara tidak terstruktur, dan bersifat informal dalam berbagai
situasi. Pengamatan berpartisipasi, dilakukan dengan mengutamakan keterlibatan
peneliti di dalam proses aktifitas yang berlangsung di KAP selama rentang waktu
empat bulan. Sementara dokumentasi dilakukan untuk mengungkap realitas sosial
yang terjadi di masa lampau yang tercatat dalam suatu dokumen.
2 2.4 Teknik Analisis
Secara
teknis proses analisis dilakukan baik pada saat maupun setelah pengumpulan
data, dengan sistematika tiga langkah analisis bahan empirik.
·
Peneliti
melakukan reduksi data
·
Peneliti
melakukan analisis domain
·
Penarikan
kesimpulan, verifikasi dan refleksi
III.
Hasil
Penelitian
Hasil
penelitian ini adalah : Pertama, dalam KAP ini, managing partner memiliki
kekuatan perubahan yang kuat dalam organisasinya. Whilts dalam konteks
organisasi, manajemen KAP ini lebih dalam iklim informal. Namun demikian, dalam
rangka ESQ dapat dipahami bahwa pola informal yang dikembangkan di sini akan
menjadi manifestasi dari Madia (sebagai seorang kepala) dimensi internal yang
memiliki pandangan dan tindakan yang tidak selalu didasarkan pada konvensi
tertentu, perilaku yang fleksibel, kecenderungan untuk mempertahankan kualitas
hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, serta kecenderungan Madia untuk
melihat hubungan antara banyak hal (untuk melihat dalam " holistik "
arah).
Kedua,
pola strukturasi tidak hanya bergulir dalam konteks interaksi antara manusia
dan organisasi, tetapi juga dalam konteks pengaturan lingkungan sosial. Dengan
pola informal yang dikembangkan dalam suatu KAP, praksis etika yang
dikembangkan di sini adalah berasal dari upaya Madia sebagai kepala suku dan
berbagi nilai yang dipegang olehnya bergulir pribadi. Sementara, upaya ini
tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial diatasi dengan konteks ini individu
dan organisasi. Praksis etika selalu terjadi karena adanya tekanan eksternal
yang kuat, baik dari klien, pengguna, dan mereka yang memiliki minat dalam
layanan ini akuntan publik ( bank dan petugas pajak ) dan juga tubuh penguasa
di bidang akuntan publik ( IAI dan Republik Indonesia Departemen Keuangan ).
IV.
Kesimpulan
dan Keterbatasan
4 4.1 Kesimpulan
Dapat
dicermati bahwa terdapat interaksi antara Madia dengan organisasi KAP di satu
sisi dan antara Madia dan organisasi KAP dengan lingkungan sosialnya yang lebih
luas sekaligus menunjukkan keharusan untuk memperhatikan konteks sistem sosial
ganda dalam pemahaman strukturasi atas praktik etika. Madia mempunyai daya ubah
yang kuat dalam organisasi, dan secara informal melakukan diseminasi nilai
kepada staf-stafnya. Ini juga terkait dengan keadaan struktural organisasi yang
pengelolaannya lebih bersifat informal. Walaupun demikian sesederhana apapun
bentuknya, yang dipraktikkan Madia dan KAPnya kemudian juga dapat mempengaruhi
praktik bisnis para kliennya.
Pemikiran
dan tindakan etis Madia (dan kemudian terefleksi dalam tindakan organisasi KAP)
selain muncul dari dimensi internalnya juga dipengaruhi lingkungan sosial yang
lebih luas. Bagaimanapun dalam realitasnya, keberadaan profesi akuntansi
sebagai penyedia jasa sangat dipengaruhi oleh keberadaan profesi lainnya dalam
konteks sosial yang lebih luas seperti saat ini. Demikian pula yang terdapat
pada diri Madia dan KAP Drs. Madia Subakti, di mana konteks sosial tersebut
dapat mempengaruhi preferensi etikanya dalam pengambilan keputusan profesional.
4 4.2 Keterbatasan
Keterbatasan
utama penelitian ini adalah jangka waktu pengamatan dan partisipasi di KAP yang
relatif pendek, yaitu hanya empat bulan. Walaupun rentang waktu ini bukanlah
sesuatu yang prinsip untuk dikemukakan sebagai keterbatasan, namun idealnya
penelitian dengan ethnometodologi dilakukan dalam hitungan waktu yang lebih
panjang (bahkan tahunan). Selain itu di luar keterbatasan utama tersebut
dimungkinkan masih terdapat keterbatasan-keterbatasan lainnya, di mana peneliti
tidak menyadari dan mengenalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar