Review Jurnal : Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan
Intelektual dalam Kesenian Tradisional di Indonesia
Pengarang : Agnes Vira Ardian
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis serta dalam rangka memberikan perlindungan bagi kesenian tradisional dari pembajakan oleh negara lain.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis-normatif. Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini
adalah bersifat deskriptif analitis. Jenis datanya berupa data sekunder, yang
terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data
adalah studi kepustakaan atau dokumentasi. Metode analisis data yang
dipergunakan adalah analisis data kualitatif kemudian disimpulkan
menggunakan logika deduksi untuk membangun sistem hukum
positif.
PENDAHULUAN
HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta
manusia dalam
memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya,
baik dalam seni,
ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk unggulan suatu
masyarakat. Oleh
karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
disertai dengan
eksistensi HKI sangat penting. Dimana kegiatan penelitian
ini tidak dapat
menghindar dari masalah HKI apabila menginginkan suatu
penghormatan hak
maupun inovasi baru, dan orisinalitasnya.
Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan
menyentuh
berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial,
budaya, dan berbagai aspek
lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika dihubungkan
dengan upaya perlindungan
bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan
mampu mengatasi
berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak
Kekayaan Intelektual
tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi
karya intelektual,
sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang
akhirnya bermuara
pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
PEMBAHASAN
Kebudayaan (seni dan budaya) semakin disadari sebagai
sebuah fenomena kehidupan manusia yang paling progresif, baik dalam hal
pertemuan dan pergerakan manusia secara fisik ataupun ide/gagasan serta
pengaruhnya dalam bidang ekonomi. Karenanya banyak negara yang kini menjadikan
kebudayaan (komersial atau non komersial) sebagai bagian utama strategi
pembangunannya. Selanjutnya, dalam jangka panjang akan terbentuk
sebuah sistem industri budaya. Dimana kebudayaan bertindak
sebagai faktor utama pembentukan pola hidup, sekaligus mewakili citra sebuah
komunitas. Di Indonesia, poros-poros seni dan budaya seperti Jakarta ,
Bandung , Jogja, Denpasar (Bali )
telah menyadari hal ini dan mulai membangun sistem industri budayanya
masing-masing. Meski dalam beberapa kasus, industri budaya lebih merupakan
ekspansi daripada pengenalan kebudayaan, tetapi dalam beberapa pengalaman
utama, industri budaya justru merangsang kehidupan masyarakat pendukungnya.
Industri budaya akan merangsang kesadaran masyarakat untuk
melihat kembali dirinya sebagai aktor penting kebudayaannya. Mendorong
perhatian masyarakat terhadap posisi dirinya dalam peradabannya. Selanjutnya
diharapkan dapat berkembang menjadi ajang para seniman dan masyarakat untuk
bereksplorasi dan berkompetisi dalam kreatifitas menerjemahkan tandatanda
zaman. Dimana seharusnya industri budaya menjadi wahana masyarakat lokal untuk
menegaskan identitas budayanya berhadapan dengan budaya
global. Industri yang mampu menyerap interaksi antara
seniman, budayawan, intelektual, pengusaha dan masyarakat secara luar biasa
baik dalam intensitas maupun kualitasnya. Kasus industri musik dapat dijadikan
contoh, dalam hal produk material industri budaya, yaitu betapa terintegrasinya
produk industri tersebut dengan pasar, telah membentuk industri budaya yang
kokoh dan berkelanjutan.
Kebudayaan Indonesia
merupakan salah satu kompleksitas budaya di dunia yang memiliki ciri dan
karakter khas, dimana masyarakat menjadi elemen pendukung utama. Kebudayaan
dengan sendirinya telah terintegrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
baik dalam pola hidup secara sosial, ekonomi, politis, pemerintahan
tradisional, dan lain-lain. Meski demikian, dengan potensi budaya yang sangat
potensial dan integritas masyarakat serta budaya dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, ternyata sangat sulit sekali membangun sebuah sistem industri
budaya yang akan berfungsi mendukung energi kreatif masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut. Pasal 10 Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan
bahwa Negara Indonesia memegang hak cipta atas karya-karya anonim, dimana karya
tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama. Contoh
dari karya-karya tersebut adalah folklore,
cerita rakyat, legenda, narasi sejarah, komposisi, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian dan kaligrafi.
Konsep perlindungan terhadap HKI pada dasarnya adalah
memberikan hak monopoli, dan dengan hak monopoli ini, pemilik HKI dapat
menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual yang didapatnya. Perlu
diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan
atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan
(invention). Pemberian hak monopoli kepada individu dan perusahaan ini, sering
bertentangan dengan kepentingan publik (obat, makanan, pertanian). Di samping
itu, berbagai perundangan HKI pada kenyataannya tidak dapat melindungi
pengetahuan dan kearifan tradisional (traditional knowledge and genius).
Pengetahuan tradisional yang berkembang di negara seperti Indonesia ,
berorientasi kepada komunitas, bukan individu. Sehingga masalah perlindungan
pengetahuan tradisional yang muncul selalu harus diselesaikan secara khusus (obat,
herbs, lingkungan hidup). Dimasukannya masalah HKI kedalam bagian dari GATT
melalui TRIPS, menambah kesenjangan dalam pemanfaatan kekayaan intelektual
antara negara maju dan negara industri baru/berkembang.
Seni dan budaya tidaklah statis, melainkan dinamis dan
secara kontinu terus dimanfaatkan oleh masyarakat hingga kini dengan perubahan
dan peningkatan. Misalnya adalah motif batik. Dalam kebudayaan Jawa telah
mentradisi berupa sejumlah motif dasar, misalnya yang disebut truntum, semèn,
kawung, parang, dll. Demikian juga dalam kain tenun seperti songket (Sumatera),
lurik (Jawa), dll. Demikian juga dalam bidang kuliner, dikenal makanan “Coto
Makassar” (Makasar), “Empe-empe” (Palembang ),
“Gudeg”
Karya seni tradisional ini
selain memiliki nilai seni dan estetika juga memiliki nilai ekonomis serta yang
sering tidak diketahui bahwa di dalamnya terkandung hak cipta yang dilindungi
undang-undang. Sangat ironis bahwa banyak pencipta yang tidak memahami bahwa ia
memiliki hak cipta atas karya cipta yang dihasilkan. Kebanyakan pencipta cukup
puas jika karya ciptanya disukai banyak orang dan laku dijual, tanpa mengetahui
dan memikirkan bahwa pencipta memiliki hak cipta yang perlu dilindungi dari
eksploitasi secara ilegal oleh pihak yang tidak berhak. Sehingga dengan
penelitian ini diharapkan adanya penghargaan terhadap pencipta karya seni
tradisional melalui perolehan dan pemilikan haknya secara layak serta lebih
lanjut akan berdampak lebih luas bagi penghargaan karya seni tradisional di
dunia internasional. Dan lebih utama
diharapkan dapat diciptakan
iklim yang kondusif bagi kegiatan mencipta, sehingga secara stimulan dapat
memberi pengaruh bagi tumbuh suburnya kreativitas masyarakat yang pada
gilirannya dapat menciptakan stimulasi yang signifikan bagi lahirnya ciptaan-ciptaan
baru yang beragam, berkualitas serta memberi manfaat bagi penggayaan khasanah
kehidupan bangsa.
Sebelum dibahas mengenai
perlindungan hukum karya seni tradisional dan upaya peningkatan pemahaman dan
kesadaran pencipta karya seni tradisional atas hak ciptanya, perlu dibahas apa
yang dimaksud karya seni tradisioinal dan pencipta. Menurut hasil penelitian
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) karya seni tradisional diartikan
sebagai pernyatan ekspresi estetika bangsa Indonesia yang khas dan asli yang
secara sosial dipantulkan dalam wujud yang nyata maupun hasil renungan dan
kreasi\ bangsa baik komunal maupun pribadi. Karya seni tradisional ini antara
lain bisa berupa seni rupa (seni ukir, seni pahat, seni patung, seni lukis,
kaligrafi), kerajinan tangan, seni Batik, seni tenun, seni pertunjukan (seni
tari, seni musik, seni teater) dan seni arsitektur.
Penelitian ini merupakan
penelitian hukum terhadap sistematik hukum. Penelitian terhadap sistematik
hukum dilandasi dengan pengertian-pengertian dasar sistem hukum, yakni :
masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan obyek
hukum. Oleh karena itu, berikut akan dijabarkan mengenai masyarakat
hukum,subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan obyek hukum mengenai
perlindungan hukum karya senitradisional dalam sistem peraturan
perundang-undangan, dimana karya senitradisional sebagai suatu ciptaan masuk
dalam lingkup perlindungan hak cipta.
Masalah yang menyangkut komponen seniman yaitu kendala
budaya. Seniman di Indonesia pada umumnya bersikap religius dan tradisional.
Mereka menganggap kemampuan kesenian yang dimikinya merupakan pemberian Tuhan
dan warisan tradisi yang diturunkan oleh lingkungan budaya kolektivisme.
Sementara itu, konsep HKI datang dari budaya Barat, yang bertitik tolak pada
pengakuan kepada hak-hak individu dalam tradisi falsafah kapitalisme. Di
samping itu, tentu saja pengetahuan seniman tentang hukum, khususnya hukum yang
menyangkut hak cipta, sangatlah minim. Terutama para seniman tradisional,
mereka hampir dapat dikatakan “buta hukum” hak cipta. Oleh sebab itu,
sosialisasi HKI di kalangan seniman menjadi sangat penting artinya dan
membutuhkan kiat tersendiri, mengingat seniman merupakan “masyarakat” yang
punya kepribadian unik. Hal yang terakhir adalah kendala dari komponen
masyarakat. Atas nama fiksi hukum dalam konteks hukum positif di Indonesia ,
masyarakat dianggap tahu tentang adanya UU Hak Cipta. Jika seorang warga
masyarakat melakukan pelanggaran terhadap UU Hak Cipta, mereka akan kena sanksi
hukum meskipun mereka menyatakan bahwa tidak tahu perbuatannya dilarang.
KESIMPULAN
Dari bab pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Perlindungan hukum hak kekayaan intelektual terhadap
kesenian tradisional di Indonesia, dibagi menjadi dua yaitu :
a. Perlindungan Preventif
Perlindungan preventif hak kekayaan intelektual terhadap
kesenian tradisional di Indonesia terdapat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta.
Pasal 10 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
yang berjudul ‘Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui’,
menetapkan :
(9) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah,
dan benda budaya nasional lainnya.
(10) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,
legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan
karya seni lainnya.
(11) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut
pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu
mendapat izin dari instansi
yang terkait dalam masalah tersebut.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hak
Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama,
perlindungannya berlaku tanpa batas waktu (Pasal 31 ayat (1) huruf a).
b. Perlindungan Represif
Perlindungan represif hak kekayaan intelektual terhadap kesenian
tradisional di Indonesia terdapat juga dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta. Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta, dimana
dalam hal kesenian tradisional hak ciptanya dipegang oleh Negara, berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak
ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil
perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada
Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian
penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah,
pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil
pelanggaran hak cipta. Gugatan pencipta atau ahli warisnya yang tanpa
persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada
pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat
yang tanpa persetujuannya:
1) Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu;
2) Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
3) Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
4) Mengubah isi ciptaan.
2. Prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia
dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan
oleh negara lain adalah :
a. Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat lokal;
b. Pelaksanaan dokumentasi sebagai sarana untuk defensive
protection dengan
melibatkan masyarakat atau LSM dalam proses efektifikasi dokumentasi
dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah;
c. Menyiapkan mekanisme benefit sharing yang
tetap.
Disusun oleh :
- Catur Dewi Ratifikasih
- Farah Fatahiyah
- Febi Aziza
- Kiki Ramdanti
- Lutfia Nurmanda
Kelas : 2EB05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar