Review Jurnal : Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah Di Indonesia
Pengarang : Suhartono,
S.Ag.,SH.,MH.
Institusi : Hakim PA
Martapura
Abstrak
Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian
sengketa ternyata masih dipandang oleh sebagian kalangan hanya menghasilkan
kesepakatan yg bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan bersama,
cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaian nya , membutuhkan
biaya mahal, tidak responsive, menimbulkan antagonisme diantara pihak yg
bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan nya.
Sebagai solusinya kemudian berkembanglah model penyelesaian
sengketa non litegasi yang dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelemahan
model litegasi dan memberikan jalan keluar yg baik.
Tidak dipungkiri selain alasan-alasan diatas dasar pemikiran
lahirnya model penyelesaian sengketa melalui jalur non litegasi seperti BAMUI
yg pada akhirnya menjelma menjadi BASYARNAS.
Pendahuluan
Keberadaan bank syariah hanya menjadi salah satu bagian dari
program pengembangan bank konyesial, padahal yg dikehendaki adalah bank syariah
yg betul-betul mandiri dari berbagai perangkatnya sebagian perbankan yg diakui
secara nasional. Karena pengembangan perbankan syariah sendiri pada awalnya
ditunjuk dalam rangka pemenuhan pelayanan bagi segmen masyarakat yg belum
memperoleh pelayanan jasa perbankan.
Pengembangan perbankan syariah juga dimasukan dalam
perbankan alternatif yg memiliki karakteristik dan keunggulan tertuntu. Unsur
moralitas menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan usahanya. Kontrak
pembiayaan yg elbih menekan sistem bagi hasil memndorong terciptanya pola
hubungan kemitraan. Memperhatikan prinsip kehati-hatian dan berupaya
memperkecil resiko kegagalan usaha, hal ini untuk mengantisipasi berbagai macam
permasalahan dalam operasionalisasinya.
Beberapa Pilihan Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah
Pada prinsipnya penegakan hukum hanya dilakukan oleh
kekuasaankehakiman (judikal power) yg secara konstitusional lazim disebut badan
yudikatif (pasal 24 UUD 1945). Dengan demikian, naka yg berwenang memerika dan
mengadili sengketa hanya badan peradilan yg bernaung dibawah kekuasaan kehakiman
yg berpuncak di Mahkamah Agung. Pasal 2 UU No.14 Tahun 1970 secara tegas
menyatakan bahwa yg berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya
badan-badan peradilan yg dibentuk berdasarkan undang-undang. Untuk memperjelas
masing-masing kelebihan dan kelemahan baik model penyelesaian sengketa melalui
jalur litigasi maupun non litigasi maka perlu ditelaah satu per satu:
1. Penylesaian
Sengketa Perbankan Syariah Melalui Jalur Non Litigasi
Di Indonesia, penyelesaian sengketa melalui jalur non
litigasi diatur dalam satu pasal, yakni pasal 6 UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
1.1 Arbitrase
Dalam perspektif islam arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim, berasal dari kata hakkama, secara etimonologis berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Gagasan berdirinya arbitrase islam diindonesia diawali dengan
bertemunya para pakar , cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama
untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase islam di indonesia .
Dalam perspektif islam arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim, berasal dari kata hakkama, secara etimonologis berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Gagasan berdirinya arbitrase islam di
Kedudukan BASYARNAS Ditijau
Dari Segi Tata Hukum Indonesia
UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekeasaan kehakiman pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa kekeuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Namun pasal 3 ayat (1) UU
tersebut disebutakan anatara lain,bahwa: Penyelesaian perkara diluar pengadilan
atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi
putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan ekselutorial setelah memperoleh izin
atau perintah untuk eksekusi dari pengadilan.
Kewenangan BASYARNAS
BASYARNAS sebagai lembaga permanen yg didirikan oleh majelis
ulama indonesia
berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yg timbul
dalam hungungan perdagangan, industri, keuangan, jasa. Pendirian lembaga
ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia dan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaikan
perselisihan maka klembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus
perkara terbebut.
Keunggulan dan Kekurangan
BASYARNAS
BASYARNAS memiliki keunggulan-keunggulan sbb:
· Memberikan
kepercayaan kepada para pihak
· Para pihak menaruh kepercayaan yg besar pada arbiter
· Proses
pengambilan putusan nya cepat
· Para pihak menyerahkan penyelesaian persengketaan secara
sukarela kepada orang-orang (badan) yg dipercaya.
· Didalam
proses arbitase pada hakekatnya terkandung perdamaian dan musyawarah
· Khusus
untuk kepentingan muamalat islam dan transaksi melalui bank muamalat indonesia
maupun BPR islam, arbitrase muamalat (basyarnas pen)
1.2. Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Alternatif Penyelesaian sengketa hanya diatur dalam satu
pasal, yakni Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian sengketa yg menjelaskan tentang mekanmisme penyelesaian sengketa.
Kecendrungan memilih alternatif sengketa didasarkan pada:
· Kurang
percayanya pada sistem pengadilan
· Kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga arbitrase mulai menurun
2. Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah Melalui Jalur Litigasi
Dengan diamandemennya UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang
peradilan agama oleh UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7
Tahun 1989 tentang peradilan agama, maka perdebatan mengenai siapa yg berwenang
untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah sudah terjawab.
Lanadasan Yuridis dan
Kompetensi Pengadilan Agama
Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yg mennjadi
kewenangan pengadilan agama adalah:
· Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiyaan syariah
dgn nasabahnya.
· Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiyaan
syariah.
· Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yg beragama islam.
Keunggulan dan Kelemahan
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Pengadilan Agama
Keunggulan-keunggulan pengadilan agama dalam menyelesaikan
sengketa perbankan syariah antara lain:
· Pengadilan
agama memiliki SDM yg sudah memahami permasalahan syariah.
· Kendatipun
RUU tentang ekonomi syariah belum disahkan namun pengadilan agama mempunyai
hukum m ateriil yg cukup establish.
· Keberadaan
kantor pengadilan agama hampir meliputi semua wilayan kanupaten dan kotamadia
diseluruh wilayah indonesia .
· Mendapat
dukungan mayoritas penduduk indonesia .
· Adanya
dukungan politis yg kuat karena pemerintah dan DPR telah menyepakati perluasan
peradilan agama tsb.
· Adanya
dukungan dari otoritas perbankan (BI).
Kelemahan yaitu:
· Belum
ada peraturan perundang-udangan yg mengatur ttg ekonomi syariah.
· Aparat
peradilan agama kurang memahami aktifitas ekonomi.
· Aparat
peradilan agama masih gagap terjadap kegiatan lembaga keuangan.
· Sebagian
besar kondosi gendung kantor peradilan agama blm mempresentasikan sbg lembaga
yg mempunyai kewenangan mengadili para bankir dan para pelaku bisnis.
· Adanya
aparat terutama hakim yg masih gaptek.
Penutup
Mengingat segala kekuatan dan kelemahan ug dimiliki oleh
lembaga peradilan agama, oleh sebagian kalangan peradilan agama dipandang
sebagai kalangan lemba terbaik.
Disusun oleh :
- Catur Dewi Ratifikasih
- Farah Fatahiyah
- Febi Aziza
- Kiki Ramdanti
- Lutfia Nurmanda
Kelas : 2EB05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar